Bimbingan Periset hingga Fasilitas Pengujian BRIN Dukung Pengembangan Satelit Nano Pertama Indonesia

admin

admin

  • Minggu, 8 Januari 2023 -
  • 1:01 am

Jakarta – Humas BRIN. Satelit nano pertama karya anak bangsa, Surya Satellite-1 (SS-1), sukses dilepaskan dari Stasiun Luar Angkasa Internasional atau International Space Station (ISS) ke Low Earth Orbit (LEO). Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Robertus Heru Triharjanto, mengatakan, BRIN memberikan dukungan penuh dalam pengembangan SS-1 karya tujuh mahasiswa dari Surya University ini.

Dukungan tersebut berupa bimbingan ahli satelit, dimulai dari tahap desain, manufaktur, perangkaian, hingga pengujian satelit.

“Fasilitas laboratorium kami terbuka untuk siapapun baik dari akademi maupun industri yang ingin membuat satelit, karena bikin laboratorium untuk integrasi dan pengujian satelit itu mahal. Silakan pakai fasilitas yang ada di BRIN, demikian juga stasiun bumi, silakan dimanfaatkan,” kata Heru, usai menyaksikan pelepasan SS-1 ke LEO, secara virtual, di Gedung BJ Habibie, BRIN, Jakarta, Jumat (06/01).

Selain itu, ungkap Heru, BRIN memiliki periset-periset andal di bidang satelit yang dapat memberikan bimbingan keahlian untuk akademisi maupun pelaku industri yang ingin mengembangkan satelit baru.

“Kami bisa memberikan mentoring dari BRIN, misalnya untuk masalah elektronik, mekanik, dan telecommunication system kepada rekan-rekan yang ingin mengembangkan satelit baru,” katanya.

Dikatakan Heru, pengembangan SS-1 ini membawa dua misi, yaitu Automatic Package Radio System (APRS) untuk kebutuhan radio amatir (ORARI), dan juga dapat difungsikan untuk komunikasi dan deteksi kebencanaan.

“Jadi apa yang sudah dilakukan sama teman-teman SS-1 ini membuktikan bahwa mereka bisa membuat server SMS (short message service) di satelit. SMS itu tidak hanya bisa dilakukan oleh manusia, tapi alat juga bisa berkomunikasi satu sama lain dengan SMS, dengan IoT, atau machine to machine communication, sehingga potensi penggunaannya banyak. Kita bisa men-track aset, misalnya melacak posisi kendaraan atau kontainer kita ada di mana,” jelas Heru.

Selain itu untuk mitigasi kebencanaan, misalnya untuk mengetahui status tinggi muka air laut atau danau untuk antisipasi banjir, memantau titik panas kebakaran hutan, dsb.

“Satelit ini akan melewati Indonesia antara 1,5 hingga 2 jam sekali. Jadi kalau misalnya kita mau bikin continuous communication sevice, maka kita perlu membuat satelit konstelasi. Desainnya untuk tahun-tahun ke depan kita akan kembangkan,” pungkas Heru.

Surya Satellite-1 Project Leader, Setra Yoman Prahyang, mengaku sangat terbantu dengan bimbingan oleh para periset teknologi satelit BRIN. “Melalui bimbingan ini juga, desain satelit kami dapat bersaing dengan cubesat internasional lainnya sehingga kami memenangkan sayembara Kibo-Cube dan kami memperoleh slot peluncuran dari ISS,” katanya.

Lebih rinci Setra menjelaskan, ide awal untuk pembuatan satelit nano karena dinilai lebih mudah untuk dimanufaktur dan didesain. Jika satelit konvensional dengan ukuran skala meter dan berat mencapai ratusan kilogram, maka satelit nano seperti SS-1 hanya berukuran 10 x 10 x 11.35 cm dengan berat 1 hingga 1,3 kg.

“Perspektifku sebagai mahasiswa saat itu, satelit nano lebih mudah dikembangkan. Yang konvensional itu complicated, butuh profesional, baik dari sisi mekanik, elektronik, integrasi, maupun ground station. Dengan nano, ukurannya lebih kecil, lebih mudah dibuat, kita bisa start untuk small business ataupun akademis,” jelas Setra yang kini bekerja di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN).

Baginya, pengembangan SS-1 ini tidaklah mudah karena melewati ribuan kali percobaan serangkaian sistem. “Trial dan error-nya luar biasa banyak. Satelit ada berbagai sub sistem. Satu per satu kita kembangkan, dari power-nya, communication subsystem, thermal, hingga software. Tidak terhitung, bisa ribuan kali gagal eksperimen, kami coba lagi, sampai berhasil,” katanya.

Dia dan tim butuh waktu hampir tujuh tahun dari ide awal pengembangannya sejak 2016 hingga pelepasan SS-1 ke orbit.“Perasaan saya senang, lega, ini adalah view yang mau kami lihat sejak enam tahun lalu, akhirnya bisa lihat dengan mata sendiri,” ungkapnya terharu.

Pencapaian ini berkat dukungan pembimbingan keahlian, fasilitas pengujian dan integrasi satelit dari BRIN. Selanjutnya juga dukungan dari sejumlah pihak, seperti PT PSN, Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI), dan PT Pudak Scientific, dan Kementerian Kominfo.

“Untuk pendanaan memang jujur agak susah diestimasi, karena dukungan dari berbagai pihak bukan secara dana, seperti kami menerima dukungan solar panel space grade dari PSN, kemudian bimbingan keahlian dan pengujian satelit dari BRIN. Sehingga pada akhirnya satelit ini bisa diluncurkan dan dilepaskan ke orbit,” pungkasnya (tnt).

BERITA TERBARU